Wednesday, December 22, 2010

Friday, August 27, 2010

Keaiban Yang Ditutup Allah

Keaiban Yang Ditutup Allah






Kita sebagai manusia merupakan makhluk yang bersifat lemah dan hamba yang penuh dengan kebergantungan kepada Allah SWT. Sepanjang kita hidup saban hari, kita tidak mungkin terlepas daripada melakukan dosa. Dosa yang kita lakukan itu boleh jadi secara terang-terangan atau secara sembunyi-sembunyi. Dosa yang terang-terangan akan mengundang rasa malu kita terhadap orang lain, melainkan jika hati kita sudah menjadi sekeras batu. Oleh itu, kita lebih banyak melakukan dosa yang tersembunyi. Dosa yang tidak siapa tahu melainkan kita dan Allah.


Daripada An Nawas bin Sam'an RA, Nabi SAW bersabda: "

Kebajikan itu keluhuran akhlak sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya." (HR Muslim)


Kalau dibukakan segala dosa yang kita lakukan, tentu tidak akan ada sesiapa yang akan menghormati kita. Kalau Allah membuka segala dosa yang kita lakukan sembunyi-sembunyi baik dalam pandangan, pendengaran, perbuatan, ataupun lintasan hati, nescaya tidak akan ada pun manusia yang mahu memuji kita. Pujian yang manusia berikan adalah atas zahir yang terlihat mata. Namun, kita tentu lebih mengenali diri sendiri dan lebih tahu bagaimana status kita.


Apakah kita berasa sangat suci sehingga tidak pernah melakukan dosa di belakang manusia atau diri kita ini penuh dengan dosa rahsia? Misalnya di saat kita seorang diri melayari internet dan tidak ada mata lain yang melihat, apakah kita sudah melepasi batas penglihatan yang diizinkan Allah? Bagaimana dengan prasangka buruk dalam hati kita yang telah dilemparkan kepada sekian banyak manusia lain tanpa pengetahuan mereka? Bagaimana pula dengan perbuatan-perbuatan kita tatkala berseorangan? Astaghfirullahalaziim, banyak sangat dosa kita!


Firman Allah:

"...Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi..." (Surah Al-An'am:151)


Allah Maha Penyayang dan Dia tahu betapa lemahnya kita. Lalu Dia menutup keaiban-keaiban kita sehingga kita mampu berjalan di tengah-tengah manusia tanpa rasa malu, sekalipun kita telah melakukan segunung dosa di belakang mereka. Namun, adalah sesuatu yang sangat takabur jika dengan Allah pun kita tidak berasa malu. Bukankah Allah mengetahui apa yang tidak diketahui oleh manusia lain tentang diri kita? Maka, setiap kali kita ingin melakukan dosa di belakang manusia, ingatlah bahawa ada Allah yang lebih patut kita rasa malu kepadaNya berbanding manusia.


Mengapa? Kerana di akhirat kelak bukan manusia yang akan menghitung amalan kita. Allah yang paling tahu tentang diri kita dan Dia jugalah yang akan menghitung amalan kita. Hanya dengan rahmatNya kita akan dimasukkan ke dalam syurga. Kalau kita merasakan lindungan Allah ke atas keaiban kita itu adalah satu zon selesa, maka kita silap. Boleh jadi keaiban yang Allah tutup sementara atas muka bumi ini akan dibukakan kepada seluruh umat manusia di akhirat kelak jika kita tak benar-benar bertaubat kepadaNya.


Kadang-kadang kita suka mencanangkan dosa orang lain, sekalipun dosa tersebut tidak diceritakannya kepada orang lain, hanya kepada kita. Ingatlah akan sebuah hadith:


Daripada Abu Hurairah r.a. berkata:

"...Dan sesiapa yang menutup keaiban seorang muslim maka Allah ta'ala akan menutup keaibannya di dunia dan di akhirat. Dan Allah Ta'ala akan sentiasa menolong seorang hamba selama ia menolong saudaranya..." (HR Muslim)




Hadis ini menyeru kita untuk memelihara keaiban orang lain. Sebagai timbal balik, Allah akan menutup keaiban kita di dunia dan di akhirat. Subhanallah! Masihkah kita berhajat untuk mencanangkan dosa orang lain sehingga Allah juga akan membuka keaiban kita nanti? Malulah kepada Allah, takutlah kepada ancaman Allah. Jika kita hanya malu kepada manusia, kita tidak akan malu berbuat dosa di belakang mereka. Namun jika kita malu kepada Allah, kita akan sentiasa memelihara diri daripada dosa, dalam terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.


Waspadalah akan firman Allah:

"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui." (Surah An-Nuur: 19)


Apabila Allah telah menutup keaiban kita, janganlah pula kita yang membukanya. Setelah selesai dosa sembunyi-sembunyi kita, janganlah diceritakan kepada orang lain. Renungilah sebuah hadis di bawah:


Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Seluruh umatku akan diampuni dosa-dosa kecuali orang-orang yang terang-terangan (berbuat dosa). Di antara orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang yang pada waktu malam berbuat dosa, kemudian di waktu pagi ia menceritakan kepada manusia dosa yang dia lakukan semalam, padahal Allah telah menutupi aibnya. Ia berkata, "Wahai fulan, semalam aku berbuat ini dan itu". Sebenarnya pada waktu malam Tuhannya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi justru pagi harinya ia membuka aibnya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah." (Muttafaqun ‘alaih HR Bukhari dan Muslim).


Sungguh, Allah sentiasa menginginkan kebaikan bagi kita. Allah sentiasa membuka peluang dan ruang bagi kita untuk kembali bertaubat atas dosa yang kita lakukan di sebalik tabir. Namun, kita yang sebenarnya tidak mengambil peluang dan tidak menghargai tutupan-tutupan aib tersebut oleh Allah SWT. Setelah apa yang Allah lindungi daripada sekian banyak keaiban kita, apakah tidak wajar untuk kita bersyukur dan bertaubat? Renung-renungkan dan muhasabahlah diri kita, insyaAllah.

JIHAD DENGAN LISAN

JIHAD DENGAN LISAN
Jundullah Jihad Fi Sabilillah
Sa’id Hawwa


Pertama

Kandungan pertama sekali dalam bab jihad dengan lisan ialah menyampaikan Islam dengan hujjah kepada orang-orang kafir, munafiq dan fasiq.

Rasulullah Sallllahu 'alaihi Wasallam bersabda:

"Sampaikanlah daripada aku walaupun satu ayat.”

Allah berfirman: Yang bermaksud:

"Dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur'an dengan jihad yang besar.” (Surah Al-Furqan: Ayat 52)

Kedua-dua nas ini menunjukkan kepada jihad ke atas orang-orang musyrikin dengan lisan. Juga menunjukkan jihad ke atas orang-orang yang menyeleweng yang perbuatan mereka mencanggahi apa yang dikata oleh mulut mereka; perbuatan mereka mencanggahi perintah Allah 'azzawajalla.

Proses menyampaikan Islam dan menegakkan hujjahnya adalah merupakan langkah pertahanan Islam yang terbesar, kerana kemuncak Islam ialah jihad sedang jihad dengan lisan itu adalah merupakan jihad terbesar di mana maksud atau tujuan jihad dengan tangan tidak akan tercapai kecuali dengan jihad lisan ini. Lagi pun jihad lisan ini tidak boleh dilakukan kecuali oleh seseorang yang tidak takut ancaman manusia ke atas diri, harta dan nama baiknya serta membebaskan diri daripada tekanan masyarakat, pendapat umum dan kerajaan.

Selain daripada itu jihad secara lisan ini menjadi tugas Para Rasul dan menjadi kewajipan asas mereka.

Yang bermaksud:

"(laitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada me-rasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan. “(Surah Al-Ahzab: Ayat 39)

Yang bermaksud:

"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepada-mu, dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu bererti) kamu tidak menyampaikan amanatnya." (Surah Al-Ma'idah: Ayat 67)

Orang-orang Islam dipertanggungjawabkan untuk melakukan jihad dengan lisan ini di semua peringkat. Ini bertujuan supaya da'wah Allah dapat diketahui oleh seluruh manusia di dunia ini sehingga orang-orang kafir baik di negara Islam mahu pun di negara kafir tidak lagi boleh berhujjah bahawa mereka tidak mendengar da'wah.

Allah berfirman:

Yang bermaksud:

"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji daripada orang-orang yang telah diberi kitab (iaitu) hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan jangan kamu menyembunyikannya, lalu (mereka) me-lemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukamya dengan harga yang sedikit, amat-lah buruknya tukaran yang mereka terima. " (Surah Ali 'Imran: Ayat 187)

Penyampaian da'wah ini mesti kita lakukan dengan cara yang paling baik atau paling sempurna. Dan cara yang paling sempurna ini tidak mungkin dicapai kecuali dengan penjelasan yang disokong oleh hujjah yang nyata. Kita disuruh oleh Allah supaya menyampaikan da'wah dengan sejelas-jelasnya.

Allah berfirman: Yang bermaksud:

"Maka tidak ada kewajipan atas para rasul, selain daripada menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Surah Al-Nahl: Ayat 35)

Yang bermaksud:

“Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahawa se-sungguhnya kewajipan Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Surah Al-Ma'idah: Ayat 92)

Yang bermaksud:

"Dan katakanlah kepada mereka perkataan yang ber-bekas pada jiwa mereka.” (Surah Al-Nisa': Ayat 63)

Penyampaian yang berkesan ialah penyampaian yang di-sertakan dengan hujjah yang terang lagi dapat rneyakinkan. Dan ini tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mempunyai keilmuan Islam yang tinggi, kerana Allah ('azzawajalla) mengatakan:

Yang bermaksud:

"Dan kewajipan kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (Surah Yassin: Ayat 17)

Orang-orang yang berakal akan dapat melihat bahawa agama Islam memiliki penjelasan yang meyakinkan. Di samping keilmuan perlu juga seseorang itu mempunyai hikmah, akhlaq mulia dan kepintaran lidah. Allah berfirman:

Yang bermaksud:

"Dan janganlah kamu berdebat dengan ahlul kitab, me-lainkan dengan cara yang paling baik." (Surah Al-Ankabut: Ayat 46) dan Firman-Nya lagi: Yang bermaksud:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (Surah Al-Nahl: Ayat 125)

Adalah tidak diragukan lagi yang proses menyampaikan da'wah dengan cara yang paling jelas ini akan menyebabkan penda'wah-penda'wah itu ditentang oleh seisi dunia. Allah telah menyebutkan beberapa contoh ancaman musuh Allah terhadap Rasul-rasul-Nya semasa mereka melakukan proses da'wah:

Yang bermaksud:

"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, kerana sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerosakan di muka bumi.” (Surah Al-Mu'min: Ayat 26)

Yang bermaksud:

"Bunuhlah anak-anak orang-orang yang beriman ber-sama dengan dia dan biarkanlah hidup wanita-wanita mereka.” Dan tipu daya orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-sia belaka." (Surah Al-Mu'min/Ghafir: Ayat 25)

Yang bermaksud:

"Usirlah mereka (Lut dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.” (Surah Al-A'raf: Ayat 82)

Yang bermaksud:

"Pemuka-pemuka yang kafir daripada kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (Surah Al-A'raf: Ayat 66)

Yang bermaksud:

"Mereka mengatakan: ''Dia (Nuh) seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman.” (Surah Al-Qamar: Ayat 9)

Yang bermaksud:

"Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala.” (Surah Al-Mu'minun: Ayat 83)

Yang bermaksud:

"Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kamu atau kamu kembali kepada agama kami." (Surah Ibrahim: Ayat 13)

Yang bermaksud:

"Mereka berkata: Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan se-sungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah kerana keluargamu tentulah kami telah merejam kamu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa disisi kami." (Surah Hud: Ayat 91)

Demikianlah amaran dan ancaman, cacian dan cercaan serta tuduhan-tuduhan palsu ke atas da'wah dan penda'wah.
Tetapi rasul-rasul yang diutuskan oleh Allah tetap sabar dan tetap menang.

Yang bermaksud:

"Dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah sahaja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah din. “(Surah Ibrahim: Ayat 12)

Yang bermaksud:

"Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya daripada hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. “(Surah Al-A'raf: Ayat 128)

Kedua

Termasuk di dalam jihad lisan ialah memberi nasihat dan memberi peringatan. Kedudukan ini sesuai bagi orang-orang mu'min. Allah berfirman:

Yang bermaksud:

"Dan tetaplah memberi peringatan, kerana sesungguhnya-nya peringatan itu bermanfa'at bagi orang-orang yang beriman.” (Surah Al-Dhariyat: Ayat 55)

Yang bermaksud:

"Maka beri peringatanlah dengan al-Qur'an orang yang takut kepada ancaman-Ku." (Surah Qaf: Ayat 45)

Dalam hal ini Al-Ghazali mengatakan iaitu tegahan dengan cara memberi nasihat dan menimbulkan perasaan takutkan Allah. Nasihat ini diberikan kepada seseorang yang hendak melakukan sesuatu perbuatan yang dia mengetahui bahawa perbuatan itu adalah mungkar, atau kepada seseorang yang sentiasa melakukan perbuatan itu sesudah dia mengetahui yang perbuatan itu adalah munkar.

Contohnya seperti seorang yang selalu minum arak, atau melakukan kezaliman, atau merampas harta orang-orang Islam atau seumpamanya, seperti memberi wala' (kepatuhan) kepada orang-orang yang zalim atau orang kafir atau orang munafiq atau berkawan dengan orang-orang fasiq, atau melaksanakan kehendak orang itu semua, atau mematuhi perintah mereka dalam membuat maksiat (mencanggahi perintah Allah).

Jadi hendaklah diberi nasihat supaya mereka jangan melakukan perbuatan-perbuatan itu, ditimbulkan perasaan supaya mereka takut kepada Allah, dinyatakan berita-berita mengenai ancaman siksa, diceritakan apa yang dilakukan oleh orang-orang dahulu serta diceritakan 'ibadat orang-orang yang bertaqwa.

Nasihat ini hendaklah diberikan kepada mereka dengan cara yang lembut dan kasihan, jangan sekali-kali keras dan marah, malah mestilah memandangnya dengan pandangan kasihan, melihat perlakuan maksiat dan mungkar itu sebagai satu kecelakaan yang menimpa dirinya sendiri atas perkiraan yang orang-orang Islam adalah merupakan satu tubuh.

Satu kecacatan di mana seseorang yang 'alim merasa megah dengan 'ilmunya dan merasa orang lain bodoh. Perkara seperti ini mesti dielak semasa memberi penjelasan (al-ta'rif). Jadi dalam memberi penjelasan atau nasihat boleh jadi dia berniat atau bermaksud hendak memberi kehinaan kepada orang berkenaan dan sebaliknya melahirkan keistimewaan dirinya kerana memiliki ilmu.

Kalau inilah dorongannya maka perbuatan itu sendiri adalah lebih keji daripada mungkar yang cuba diselesaikannya. Sebab sifat-sifat besar diri, bangga, riya' megah dan menimbulkan diri sendiri adalah merupakan dosa-dosa besar (kaba'ir). Kita mohon lindung dari Allah daripada mempunyai sifat-sifat akhlaq yang buruk ini).

Ketiga

Termasuk di dalam jihad lisan ialah mencerca dan menolak dengan kata-kata yang kasar lagi keras sesudah gagal proses cegahan secara lembut dan sesudah jelas keras kepala serta mempermain-mainkan nasihat. Contohnya seperti kata-kata Nabi Ibrahim 'alaihissalam:

Yang bermaksud:

"Ah, (celakalah) kamu beserta apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?".

Cercaan itu bukanlah pula bermaksud cercaan atau tuduhan liar seperti mengatakan anak zina, pelacur dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya. Cercaan itu juga tidak sampai kepada dusta. la boleh dibuat dalam lengkongan yang tidak di-kira sebagai cercaan liar seperti memanggil wahai orang fasiq, wahai orang bodoh, wahai orang jahil tidakkah kamu takut kepada Allah?

Juga boleh dikata: Wahai orang dungu dan se-umpamanya. Setiap orang fasiq adalah bodoh dan jahil. Kalau dia tidak boleh dipanggil bodoh sudah tentu dia tidak akan mengingkari perintah Allah. Malah setiap orang yang tidak bijak adalah bodoh. Orang yang bijak (al-Kaiyis) ialah orang yang diakui bijak (al-kiyasah) oleh Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam di mana baginda bersabda:

Yang bermaksud:

"Orang yang bijak ialah merendah dirinya dan melaku-kan 'amalan untuk bekalan sesudah mati, sedang orang bodoh ialah orang yang membiarkan dirinya mengikut nafsunya dan kemudian berangan-angan memperolehi sesuatu dari Allah." Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibn Majah, al-Hakim dan at-Tirmizi.

(Dia mengatakan hadith ini adalah hadith Hasan yang diriwayatkan daripada Shidad bin 'Aus sebagai marfu').

Jadi ada dua adab dalam jihad lisan mengenai bentuk cercaan-an ini:

Pertama:

Tidak boleh digunakan cercaan kecuali apabila perlu dan sesudah gagalnya cara berlembut.

Kedua:

Tidak boleh dituturkan (cercaan itu) kecuali yang sebenar. Tidak boleh merepek dan dipanjang lidah sehingga menyebut perkara-perkara yang tidak perlu. Jadi yang perlu sahaja yang boleh disebut.

Kalau diyakini bahawa kata-kata cerca untuk menghalang ini tidak akan memberikan kesan apa-apa ke arah menghalang perbuatan mungkarya maka kata-kata cerca itu janganlah dikeluarkan tetapi memadailah dengan melahirkan kemarahan, memandang jijik dan menolak dengan cara meninggalkannya kerana maksiat yang dilakukannya.

Jika dia mengetahui sekira-nya dia mengeluarkan cakap dia akan dipukul, atau jika dia mengerutkan muka menunjukkan bencinya terhadap perbuatan maksiat itu dia tidak akan dipukul maka dia hendaklah melahirkan benci dengan mukanya itu; tidak memadai dia mengingkari dengan hati; tetapi mestilah mengerutkan muka membenci-nya."

— Sekian petikan kata-kata Imam Ghazali.